Mungkin ini memang jalan
takdirku
Mengagumi tanpa dicintai
Tak mengapa bagiku
Asal kau pun bahagia dalam
hidupmu….
Pandangan mataku tertuju pada
seorang wanita cantik yang duduk di
bangkunya. Dia adalah wanita yang
selama ini telah menumbuhkan rasa
cinta dalam hati dan jiwaku, subur
bagaikan benih yang disebar di
ladang yang gembur. “Sungguh
cantik dirimu hari ini. Dan
kecantikanmu itu mampu
membuatku merasakan getaran
cinta yang ‘tak mampu terhitung
dengan skala Richter,” pujiku dalam
hati.
Dia adalah teman sekelasku. Jadi
kapanpun aku bisa untuk
memandanginya, sekalipun
pelajaran tengah berlangsung.
Namun hanya sebatas memandang
saja, tidak lebih. Dia hanyalah gadis
yang kucintai tapi tidak mungkin aku
miliki. Aku hanya memendam
perasaanku ini padanya. Kasihan.
Aku memeng sangat mencintainya
tapi aku pun merasa ‘tak mampu
untuk mengungkap sebuah kata
yang pasti pernah dirasakan semua
insan di dunia. Cinta. Ya, cintaku itu
‘tak bisa kuungkapkan padanya
karena aku ini lemah. Miskin. Sedang
dia? Dia adalah orang berkecukupan
yang ‘tak pernah merasakan pahit
getirnya berada dalam lingakaran
kemiskinan. Dan -sangat bisa-
dipastikan dia ‘tak kan bisa
menjalani sebuah ikatan cinta
denganku.
Ya Tuhan, mengapa begitu berat
beban asmaraku ini? Mengapa aku
hanya mampu memendam cinta
saja padanya dan itu berlangsung
sudah lama. Begitulah celotehku bila
terbayang lagi wajahnya di pikiranku.
Namun itulah yang harus terjadi
pada diri yang mempunyai rasa
cinta yang begitu besar.
Diam . ya, pastinya aku hanya bisa
diam dalam keterpurukan perasaan
yang suci ini. Mungkin
memendamlah jalan terbaik.
Memendam cinta ‘tak mengapa lah
bagiku, mungkin karena aku bukan
hanya sekali ini saja mengalaminya
aku rela untuk menyimpan cinta
yang bisa menghancurkan
kebahagiaan. Aku rela kebahagiaan
itu hilang demi dirinya, karena itulah
arti cinta yang sebenarnya.
Bukankah berkorban demi orang
yang kita cintai itu lebih baik, lebih
afdal? Meskipun pengorbanan itu
adalah kebahagiaan sendiri.
Meskipun –sebenarnya- menyisakan
luka yang mendalam.
Aku pun ‘tak pernah ingin jika dia
tahu bahwa aku ada perasaan
padanya. Bahkan sahabat-sahabatku
pun ‘tak ingin kuberi tahu, kecuali
kepada Mira. Itu pun karena Mira
mendesakku untuk mengatakan
siapa sebenarnya wanita yang
disukai cowok seperti aku.
“An, siapa sih, cewek yang kamu
suka?”
“Ah, jangan ngaco kamu. Aku tidak
suka sama siapa-siapa.”
“Jangan bohong kamu,” katanya
tidak percaya.
“Masak sih, aku bohong sama
teman sendiri.”
“Tapi aku tidak suka dan tidak bisa
dibohongi, loh. Ayolah, masak kamu
mau pake rahasia-rahasiaan sama
teman sendiri.”
“OK. Aku memang suka sama
seseorang….”
“Cewek itu sekelas sama kita…,”
jawabku, lalu membisu kembali. Aku
‘tak kuasa menyebut nama wanita
itu di depan Mira. Mulutku terasa
terkunci.
“Siapa?” desak Mira. Aku kumpulkan
sedikit keberanian dan kekuatan
untuk menyebut nama itu.
“Ayu,” ucapku pelan penuh beban.
“Apa?” Mira terperanjat kaget. Dan
aku memang sudah menduga itu
sebelumnya.
“Iya.”
“Terus apa rencana kamu
selanjutnya? Nembak dia? Aku bisa
bantu kamu kok. Dia ‘kan
sahabatku.”
“Mir, terlalu sulit aku untuk
melakukan itu. Aku berpikir rasional.
Hatiku memang cinta, namun
apakah kamu tahu , kalau bibirku
terbalut untuk mengatakannya? Aku
tahu diri. Aku bukan tipe orang yang
mau memperturutkan rasa namun
akhirnya hanya akan menyakiti
orang yang sangat aku sayangi
hanya karena aku tak mampu
memenuhi semua keinginannya.
Bagiku dia memang adalah cinta
sejatiku, belahan jiwaku. Aku hanya
bisa berharap semoga saja waktu
akan mampu mengubur pearsaanku
padanya. Apa kamu tidak tahu, aku
sangat berbeda dengannya. Aku
bagaikan pungguk merindukan
bulan,” kucurahakan semua
perasaanku. “Mir, please jangan
sekali-kali katakan semua ini pada
Ayu. Aku percaya kamu.”
Hari- hari pun masih kulalui dengan
tetap mengaguminya. Sang waktu
yang kutuggu belum juga datang
untuk menyingkirkan perasaanku.
Biarlah aku memendam saja,
meskipun aku tahu ada Mira yang
bisa membantu aku keluar dari
tersiksanya memendam sesuatu
yang mutlak untuk dimiliki.
Ayu hanya menjadi bayangan semu
di dalam hatiku, harapan yang ‘tak
bisa terwujud. Kisahku pun ‘tak
terukir dalam lembaran sejarah
bersamanya. Indahnya kisah
romantika cinta yang menghiasi
televisi dan mewarnai bioskop ‘tak
seindah denganku. Kisah cinta sejati
Romeo dan Juliet ‘tak pernah
kualami. Perjuangan cinta abadi
Rama dan Sinta pun ‘tak pernah
kudapatkan dalam hidupku. Aku
hanya menjadi penonton setia saja.
Aku berdiri dari tempat dudukku
dalam kelas. Wajah Ayu yang
memang ayu di sudut ruangan
kelas ini berseri dengan senyuman
khasnya yang menarik. Senyuman
manis itu adalah embun yang
menyejukkanku setiap hari di dalam
kelas yang bersuhu panas ini. Aku
tetap berharap dia ‘tak ‘kan pernah
tahu hal ini walaupun sahabatnya
sendiri sudah tahu. Aku percaya
sama Mira. Tapi…. Apa aku ini
bodoh? Tolol? Jembatan kokoh
untuk mendapatkan Ayu sudah ada
di depanku, tetapi mengapa aku
tetap saja memilih untuk
membungkamkan perasaan ini,
kenapa aku mesti menjebak diriku
sendiri dalam cinta terpendam yang
menyakitkan hati? Mengapa aku
lebih menyukai untuk berharap
pada sesuatu yang ‘tak pernah
terwujud? Apakah ini namanya cinta
yang ‘tak pernah terpikirkan olehku
sebelumnya?
Terdengar jelas lantunan lagu Cinta
Dalam Hati miliknya Ungu di
telingaku. Sejenak aku
menikmatinya. Lagu itu seperti apa
yang aku rasakan, seperti yang aku
derita dan sangat tepat untuku. Apa
mungkin hal serupa bukan cuma
aku saja yang mengalaminya?
Mungkin. Tapi apakah banyak yang
sedahsyat yang aku alami, apakah
ada yang tetap bertahan sekian
tahun seperti aku? Bertahan dalam
asa dan harapan yang ‘tak pasti.
Apakah ada yang sudah
menganggap cinta terpendamnya
itu adalah cinta sejati, belahan jiwa,
bintang hati namun sebatas cinta
dalam hati saja? Entahlah.
oleh: Wida Silva Prameswari pada 16 September 2012 pukul 16:02 ·
https://www.facebook.com/nickyjunianti
MUSIC
Followers
Powered by Blogger.
0 comments
Komentar Dengan Tatakrama ,,